Setiap tahunnya masyarakat Indonesia wajib menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi maupun Badan sebelum deadline atau tengat waktu yang telah ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Batas akhir pelaporan SPT Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2018 adalah 31 Maret 2019. Sementara Wajib Pajak Badan, jatuh temponya 30 April 2019. DJP terus melakukan inovasi agar pelaporan pajak semakin mudah dan praktis. Kini, Anda bisa lapor SPT Pajak secara online. Cara ini jauh lebih efisien ketimbang manual atau mendatangi kantor pelayanan pajak.

Terbaru, DJP mengumumkan adanya perubahan beberapa aturan pajak. Tujuannya untuk memudahkan wajib pajak dalam pelayanan pendaftaran, pembayaran, hingga pelaporan pajaknya secara digitalisasi. Dengan begitu, semua permohonan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), perubahan data dan pemindahan wajib pajak, pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), aktivasi Sertifikat Elektronik, pencabutan PKP, dan penghapusan NPWP dapat dilakukan secara elektronik atau online.

Kabar baiknya, para pelaku usaha perorangan yang belum memiliki NPWP bisa mendaftar sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi pada saat proses penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem Online Single Submission (OSS).

1. e-Billing dan Bebas PPh Final

DJP telah merilis e-Billing versi 2.0. Aplikasi yang dirancang guna mempermudah pembuatan kode billing karena data pembayaran massal dapat diunggah sekaligus ke aplikasi. Latar belakang penyediaan layanan pembuatan billing massal ini adalah volume pembuatan kode billing dan transaksi pembayaran yang tinggi oleh wajib pajak Bendahara atau BUMN dalam melakukan pembayaran pajak.

Tak lama setelah pemerintah membentuk Tim Reformasi Perpajakan, Menteri Keuangan mengeluarkan aturan tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan (PMK Nomor 261/PMK.03/2016).

Dari aturan ini masyarakat memperoleh beberapa manfaat, antara lain besaran tarif PPh Final menjadi lebih rendah dari sebelumnya 5% menjadi 2,5%. Pengenaan PPh Final itu dikecualikan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang pendapatannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), atas penjualan rumah atau tanah dengan nilai penjualan kurang dari Rp60 juta.

Terpenting lagi, aturan itu memberikan pembebasan PPh Final bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menghibahkan atau mewariskan aset propertinya kepada keluarga sedarah atau untuk organisasi sosial dan keagamaan.

2. Tak Perlu Surat Setoran Pajak (SSP)

Tahukah Anda lapor SPT melalui e-Filling tak perlu SSP lagi? Ya, baru-baru ini DJP telah merilis Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2019. Aturan ini meringankan beban administrasi wajib pajak mengenai kewajiban penyampaian SPT melalui e-Filing, sehingga diharapkan dapat memberi kemudahan masyarakat dalam lapor SPT.

SPT Tahunan 1770S dan 1770SS dengan status nihil atau kurang bayar yang dilaporkan via e-Filing, tidak perlu lagi dilampiri dengan keterangan dan/atau dokumen pendukung seperti SSP. Pengecualian dari kewajiban menyampaikan SSP sebagai lampiran SPT melalui e-Filing ini berlaku bagi semua jenis SPT yang disampaikan melalui e-Filing, selama Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) telah dicantumkan.

Selain itu, tersedianya fasilitas e-Form yang dapat diisi dan disimpan secara offline dan setelah selesai diisi diunggah ke sistem DJP. Kemudahan layanan diberikan dalam bentuk semua jenis SPT, termasuk SPT Pembetulan dan SPT Masa lebih bayar, dapat diterima di Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan layanan di luar kantor.

Baca Juga: SPT Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

3. Bukti Pemotongan Elektronik (e-Bupot)

Implementasi e-Bupot guna mempermudah dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak agar dapat membuat bukti pemotongan di mana saja dan kapan saja, serta dapat menyampaikan SPT secara e-Filing(Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-4/PJ/2017).

Pemberlakuan e-Bupot hanya untuk PPh Pasal 23 dan Pasal 26, di mana e-Bupot PPh 23 dan 26 dapat membuat e-Billing langsung sesuai kode MAP-KJS atas bukti pemotongan yang telah dibuat. Wajib Pajak tidak perlu lagi melampirkan dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT (SSP, Pbk, SKB, dan SKD), melainkan hanya perlu memasukkan nomor dokumen yang akan divalidasi oleh sistem.

Aplikasi e-Bupot juga telah menyediakan fitur QR Code pada bukti pemotongan dan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) SPT yang di dalamnya memuat data yang dapat ditelusuri oleh pihak pemotong dan pihak yang dipotong. Juga telah menyediakan menu impor bukti pemotongan (dalam format excel) bagi wajib pajak dengan banyak transaksi.

Tujuan aplikasi e-Bupot ini ialah memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26, di mana pembuatan bukti potong PPh Pasal 23/26 akan menggunakan aplikasi e-Bupot 23/26 yang ada di dalam laman djponline.pajak.go.id.